Jakarta - Layanan
in-flight communication alias menikmati layanan telekomunikasi dari dalam pesawat yang tengah mengudara, sejatinya bukan barang baru. Beberapa maskapai asing sudah cukup banyak yang menawarkan fasilitas ini.
Namun bagaimana dengan penerbangan di Indonesia? Sayangnya, negeri dengan lebih dari 200 juta pengguna ponsel ini masih belum bisa menikmati layanan tersebut.
Garuda Indonesia sejatinya telah menggadang-gadang rencana untuk membenamkan WiFi di maskapai andalannya. Rencana ini akan coba direalisasikan national flight carrier tersebut berkolaborasi dengan Telkom.
Direktur Utama Telkom Arief Yahya pernah mengungkapkan bahwa saat ini Telkom sedang mempersiapkan segala kebutuhan demi pemasangan WiFi di pesawat Garuda. Ditargetkan, masih akan membutuhkan waktu hingga 2 tahun lagi bagi para penumpang untuk menikmati layanan internet selama terbang.
"Masih lama, 2 tahunan lah paling cepat. Setiap pesawat yang baru dipasang," tuturnya.
Direktur Utama Garuda Emirsyah Satar juga sempat mengatakan, dana yang dibutuhkan untuk pemasangan fasilitas ini cukup besar, yakni sekitar USD 100.000 untuk satu pesawat.
Selain Garuda Indonesia, Lion Air yang lebih dikenal sebagai low cost carrier ternyata juga tak mau kalah. Lion Air telah mendeklarasikan perjanjian dengan Telkomsel untuk membuat sistem komunikasi dan channel distribusi.
"Penandatanganan kerjasama ini merupakan bentuk pengembangan strategic partnership sekaligus sebagai salah satu bentuk implementasi layanan Corporate Business Solution Telkomsel di Lion Air khususnya di bidang telekomunikasi berbasis data," tutur Rusdi Kirana, Direktur Utama Lion Air.
"Kami berharap sinergi ini mampu menjadi solusi layanan digital lifestyle di dunia penerbangan Tanah Air khususnya bagi pelanggan Lion Air serta dapat mendukung pula kinerja operasional Lion Air ke depan," imbuhnya.
Dengan kolaborasi ini, tentunya banyak yang berharap Lion Air dapat menyajikan fasilitas in-flight communication dari maskapai mereka yang tengah mengudara. Jadi tidak sekadar, penjualan SIM card di atas pesawat.
Nah, terkait rencana ini, Direktur Sales Telkomsel Mas'ud Khamid belum bisa membeberkan rencana lebih jauh. Harapan itu ada, dan baginya makin cepat justru makin baik.
Sebab menurutnya, perlu adanya pembicaraan antara regulasi telekomunikasi dan penerbangan agar tidak terjadi persinggungan peraturan. Sebab, layanan telekomunikasi di udara berbeda dengan darat dan laut.
"Pelan-pelan dulu. Sekarang kita mencoba menanawarkan program penjualan SIM Card di atas pesawat. Targetnya bisa penumpang domestik dan internasional," katanya.
Jalan Berliku
Sikap Telkomsel yang terkesan tak terlalu ngoyo untuk menawarkan akses internet dari atas udara bisa dibilang beralasan. Sebab jalan berliku harus mereka lalui untuk bisa merealisasikan impian tersebut.
Menurut Kepala Humas dan Pusat Informasi Kementerian Kominfo, Gatot S. Dewa Broto, baik Telkomsel ataupun Lion Air belum melontarkan rencana in-flight communication secara resmi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Pun demikian, secara umum, Kominfo melihat rencana yang dilontarkan Telkomsel-Lion Air harus diapresiasi. Apalagi mereka juga tak mau sesumbar, dan lebih menunggu kepatutan regulasi terlebih dahulu, yakni terkait UU Telekomunikasi dan UU Penerbangan.
"Saya tidak mau masuk ke ranah UU Penerbangan karena itu berada di wilayan Dirjen Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan. Namun di internal Kominfo sendiri, sebelumnya harus ada sejumlah hal yang harus di-clear-kan sebelum bisa menikmati in-flight communication," jelas Gatot.
Pertama, adalah soal perizinan. Kominfo sejatinya masih belum tahu apakah nantinya pemohon (Telkomsel atau Lion Air) akan ditetapkan sebagai penyelenggara khusus -- seperti yang selama ini diperuntukkan untuk kepentingan pertahanan dan lainnya -- atau memberi izin sebagai ISP (Internet Service Provider), dan lainnya.
Kominfo masih hati-hati untuk memutuskan soal perizinan ini. Karena selama ini belum ada maskapai dan operator Indonesia yang sudah benar-benar menawarkan layanan internet di atas pesawat.
"Kedua adalah soal perangkat yang digunakan itu harus diuji untuk mendapatkan sertifikasi. Ini merupakan proses yang biasa dilakukan Kominfo terhadap perangkat telekomunikasi yang digunakan di Indonesia," lanjut Gatot.
Ketiga, terkait dengan landing right. Jika saat krusial semisal take off dan landing, peraturan di negara manapun pasti tak akan memperbolehkan perangkat elektronik yang dibawa penumpang untuk diaktifkan.
"Tapi landing right dari layanan nantinya juga harus diatur. Saya menduga layanan yang mau ditawarkan Lion Air-Telkomsel untuk domestic flight. Sebab untuk penerbangan internasional, ada aturan internasional yang harus dipatuhi," ujarnya.
Role Model
Terakhir adalah soal koordinasi dengan Kementerian Perhubungan. Hal ini untuk memperjelas soal masing-masing wewenang dari setiap institusi. Semisal siapa yang mengawasi, siapa yang bertanggung jawab, serta sejumlah aturan yang masih belum clear lainnya.
"Karena masih baru, jika berhasil, ini akan jadi role model dan akan dikopi paste bagi yang lain. Tapi apakah rencana ini harus menunggu UU yang baru, belum tentu juga. Siapa tahu dalam perjalanannya ada alternatif yang bisa didapat," kata Gatot.
Jalan yang dilalui beriku? Itu pasti! Tapi di sini, Kominfo berharap ada inisiatif dari pemohon (maskapai dan operator) untuk menyampaikan proposal in-flight communication-nya secara komprehensif ke Kominfo. Termasuk untuk mencoba mengikuti prosedur pengajuannya.
"Cuma memang kami juga harus berhati-hati dalam memutuskan. Terlebih untuk disinergikan dengan Kementerian Perhubungan harus ada hal yang dibicarakan lagi. Termasuk untuk urusan sertifikasi, kontrol dan lainnya. Kita kan gak mau, ini menjadi layanan eksklusif," ia menambahkan.
"Jalannya panjang dan berliku sih enggak. Asal mereka niat mau menjalani prosedur. Kita juga tidak mau menghalang-halangi. Tapi yang juga harus diingat, meski mereka telah menyampaikan konsep proposal yang komprehensif, ada benchmark dan lainnya. Tapi belum ada jaminan bahwa kami akan mengeluarkan lisensinya. Kominfo tentu harus mempertimbangkan segala konsekuensi masak-masak," Gatot menandaskan.
(ash/fyk)